Translate

Selasa, 24 September 2019

Kebakuan Bahasa Indonesia dalam Media Sosial


Wilayah Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke. Di sepanjang bentang wilayah Indonesia banyak sekali dijumpai bahasa daerah, seperti Jawa, Sunda, Bali, Batak, Madura, Aceh, Papua, Minang, Lampung, dan Banjar. Dari sekian banyak bahasa daerah di Indonesia, masyarakat Indonesia sepakat untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sehingga masyarakat antardaerah dapat berkomunikasi dengan lancar. Selain itu, bahasa Indonesia pun digunakan sebagai identitas jati diri bangsa sehingga masyarakat Indonesia patut bangga dalam berbahasa Indonesia. Hal ini selaras dengan salah satu poin Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada 28 Oktober 1928 yang berbunyi, “Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng tinggi bahasa persatoean, bahasa Indonesia”. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara pun telah tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, bab XV, pasal 36 yang menyatakan bahwa “Bahasa negara adalah bahasa Indonesia”. Ini menunjukkan bahwa berbahasa Indonesia yang baik dan benar perlu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari sebagai salah satu wujud mencintai dan menghargai tanah air.
Saat ini teknologi semakin maju dan diikuti dengan derasnya arus globalisasi yang menjalar ke berbagai penjuru dunia, tak terkecuali Indonesia. Masyarakat saat ini tidaklah merasa asing dengan keberadaan internet yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk berbagai macam tujuan. Media sosial yang banyak digunakan untuk menjalin komunikasi jarak jauh, menjalin relasi, dan berdagang sangat bergantung pada keberadaan internet sehingga dapat dikatakan bahwa media sosial berperan penting dalam kehidupan saat ini.
Berbagai fenomena pemakaian bahasa Indonesia yang baik, tetapi tidak benar; tidak baik, tetapi benar; serta tidak baik dan tidak benar tentu pernah bahkan sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Namun, berbagai fenomena tersebut sebaiknya dihindari ketika berkomunikasi di media sosial. Memang benar tidak ada peraturan mengenai bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi di media sosial. Meskipun demikian, etika dalam berkomunikasi di media sosial tetaplah diperlukan. Salah satu etika tersebut meliputi penggunaan bahasa Indonesia yang baku sehingga tidak akan terjadi multitafsir. Multitafsir tidak hanya berupa kalimat yang tidak efektif, namun juga penggunaan bahasa yang mencampuradukkan bahasa Indonesia dengan bahasa daerah, dimana makna suatu kata di bahasa daerah tertentu belum tentu sama dengan bahasa daerah lain. Seperti makna kata atos dalam bahasa Jawa berarti keras, sedangkan dalam bahasa Sunda kata atos berarti sudah. Selain itu, penggunaan bahasa Indonesia yang baku mencerminkan kesantunan dalam berbahasa. Ketika seseorang berkomunikasi dengan orang lain yang belum dekat atau lebih tua darinya, namun seseorang tersebut tidak menggunakan bahasa Indonesia yang baku akan menunjukkan bahwa seseorang tersebut kurang santun dalam berperilaku.
Penggunaan bahasa gaul yang marak terjadi saat ini sangatlah merisaukan sebab penggunanya acuh tak acuh terhadap tata bahasa standar yang berlaku. Padahal tidak semua masyarakat dapat memahami bahasa gaul tersebut. Disamping itu, masyarakat cenderung mengelu-elukan bahasa asing seolah bahasa asing tersebut amat keren. Mereka lebih memperhatikan tata bahasa standar bahasa asing daripada tata bahasa standar bahasa Indonesia. Dua fenomena tersebut berbanding terbalik dengan cita-cita pemuka bahasa yang mengupayakan bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional.
Kesadaran masyarakat dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar sangatlah penting. Kesadaran tersebut dapat dimulai dari lingkup keluarga. Perhatian pemerintah terhadap persoalan ini dapat diwujudkan dengan upaya penguatan bahasa Indonesia, baik berupa sosialisasi maupun penerapan suatu kebijakan. Penerapan tes Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) untuk mengukur kemahiran berbahasa seseorang dengan menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi dengan orang lain dinilai akan membantu menguatkan bahasa Indonesia sebab masyarakat dituntut agar mahir berbahasa Indonesia.
 Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa seluruh warga negara Indonesia sebaiknya mengimplementasikan bahasa Indonesia yang baik dan benar yang telah diperoleh saat duduk di bangku sekolah, baik di kehidupan sehari-hari maupun di dunia maya. Penggunaan bahasa Indonesia yang tidak baku dalam dunia maya, khususnya media sosial sangat riskan menimbulkan multitafsir.


Sumber:
            https://www.kompasiana.com/mujahidzenul/5a577477cf01b42c192e8bc2/pembunuhan-budaya-literasi?page=all dikutip pada 21 September 2019 pada 13.15 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  Contoh Teks Biografi   Desy Rufaidah lahir di Banyumas, 3 Desember 1989. Ia adalah seorang dosen di salah satu perguruan tinggi swas...