Translate

Minggu, 25 Oktober 2020

 

Contoh Teks Biografi


 

Desy Rufaidah lahir di Banyumas, 3 Desember 1989. Ia adalah seorang dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di Yogyakarta. Ia tumbuh dan berkembang di lingkungan keluarga Jawa yang sederhana. Tumbuh dan berkembang di lingkungan keluarga dan masyarakat yang menghargai pendidikan menjadikannya tak lagi asing dengan bidang pendidikan.

Desy Rufaidah menghabiskan masa-masa kanak dengan berpindah-pindah tempat sekolah dasar. Dimulai dari sekolah dasar yang berada di daerah Kutawuluh, Banjarnegara kemudian berpindah ke daerah Banyumas, tepatnya SDN 2 Sokaraja Tengah dan berpindah lagi ke SDN 2 Sokaraja Kulon. Ia melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Sokaraja hingga lulus. Pada masa SMP, ia sudah mencoba mengajari anak-anak didik yang ikut les bersama orang tuanya. Ia mengenyam pendidikan jenjang sekolah menengah atas di SMAN Banyumas hingga lulus. Setelah lulus, terjadi perbedaan pendapat antara keinginan orang tua dan keinginannya terkait studi yang akan ia tempuh. Serangkaian drama terjadi hingga pada akhirnya mereka sepakat agar Ufa, nama kecilnya, menempuh studi pendidikan di Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa dengan catatan ia harus melanjutkan jenjang studi S2.

Serangkaian drama dengan segala pemberontakan yang ia lakukan sudah berakhir. Berakhir dengan sebuah keikhlasan yang membahagiakan. Setelah berkecimpung di dunia pendidikan, Ufa juga mendapatkan tambatan hati dari seorang yang bekerja di dunia pendidikan.

Minggu, 11 Oktober 2020

CONTOH TEKS DESKRIPSI


A.    DESKRIPSI ORANG

Namanya Galuh Ayu Mulani. Perempuan Jawa berparas cantik. Warna kulitnya yang sawo matang dan rambut lurus berwarna hitam menjadikan ia terlihat manis. Tingginya sekitar 160-an cm dengan berat badan yang cukup proporsional.  Wajahnya tergolong lebar dan hidungnya lumayan besar. Ketika kamu melihat wajahnya, alis miliknya sering kali menyita perhatian. Alis tebal dan hampir bertautan itu sangat menarik! Kata orang-orang, alis yang hampir bertautan menunjukkan jodoh yang dekat, loh! Wah, semoga aja ya, Gal!

 


B.     DESKRIPSI TEMPAT

    Putih bersih kamar ini hanya diberi sentuhan stiker motif bunga di sisi selatan dinding tanpa pajangan yang berlebihan. Ketika berada di depan pintu kamar, sebuah lukisan yang terletak di atas pintu kamar akan menyambut. Ketika memasuki kamar, tempat tidur akan segera terlihat. Di sebelah pintu kamar terdapat rak buku dan di atasnya terdapat gantungan kata-kata mutiara dan jam dinding. Di sebelah rak buku terdapat lemari yang atasnya digunakan untuk menaruh berbagai pouch, tempat skincare, lilin aroma terapi, dan vas bunga hydrogel. Pencahayaan kamar ini berasal dari jendela kaca dan lampu yang terletak di langit-langit kamar. Jendela kamar terletak di sebelah barat. Di sebelah selatan jendela terdapat cermin. Di sebelah selatan cermin terdapat papan tulis kecil yang dipajang di dinding dan di bawahnya terdapat meja belajar. Di sebelah timur kamar terdapat beberapa gantungan untuk menggantung pakaian dan tas. Apakah kalian sudah bisa membayangkan kamar tersebut?


 

Jumat, 09 Oktober 2020

Analisis Struktur dan Kaidah Kebahasaan Teks Deskripsi dalam Teks Berita

  

Diterjang Angin Kencang, SPBU di Bojonegoro Rusak Parah

 

Bojonegoro, IDN Times- Hujan deras disertai angin kencang yang mengguyur wilayah Kecamatan Balen, Kabupaten Bojonegoro pada Sabtu (26/9/2020)  mengakibatkan sebuah SPBU di Jalan Raya Surabaya-Bojonegoro rusak parah. Bahkan, mesin pengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) roboh dan menimpa mobil L 300 yang tengah mengisi BBM.

1. Petugas masih menghitung jumlah kerugian



SPBU di Bojonegoro rusak diterjang angin. IDN Times/BPBD

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bojonegoro, Nadif Ulfia saat dihubungi IDN Times membenarkan kejadian tersebut. Saat ini, selain melakukan evakuasi, petugas BPBD setempat juga masih menghitung kerugian tersebut.

 

"Iya mas benar, itu SPBU yang rusak diterjang angin berlokasi di Kecamatan Balen dan kami masih menghitung jumlah kerugian," kata Ulfia.

2. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut


Belasan pohon tumbang diterjang angin. IDN Times/Dok.BPBD


Beruntung saat kejadian berlangsung, masyarakat yang berada di kawasan SPBU berusaha menyelamatkan diri ke lokasi yang lebih aman, sehingga kejadian itu tidak sampai mengakibatkan adanya korban jiwa.

 

"Korban jiwa tidak ada hanya saja atap rumah milik salah satu warga Balen yang bernama

Kasminar (59) mengalami rusak ringan dan mengakibatkan kerugian sekitar Rp500 ribu," katanya.

3. Belasan pohon tumbang ke jalan

Selain mengakibatkan SPBU dan teras rumah warga rusak, angin kencang yang melanda Kabupaten Bojonegoro tersebut juga mengakibatkan belasan pohon yang berada di pinggir jalan raya itu tumbang menutup jalan. Arus lalu lintas dari dan menuju Bojonegoro sempat macet.

 

"Ada 12 pohon yang tumbang mas dan petugas juga sudah berhasil mengangkat batang kayu dan saat ini arus lalu lintas sudah kembali normal," jelasnya.

4. Angin kencang juga memutus aliran listrik

Tak hanya itu, angin kencang yang terjadi sekitar pukul 16.45 WIB itu juga memutus aliran listrik karena tiang listrik ikut roboh diterjang angin kencang.

 

"Ada tiang listrik yang melintang di jalan, tepatnya di depan pom Balen roboh, saat ini juga sudah diperbaiki sama petugas. Dan dengan kejadian ini, kami mengimbau kepada masyarakat agar selalu waspada," pungkasnya.

 

 

Sumber            : Saputra, Imron. 2020. “Diterjang Angin Kencang, SPBU di Bojonegoro Rusak Parah” dalam https://www.idntimes.com/news/indonesia/imron-saputra/diterjang-angin-kencang-spbu-di-bojonegoro-rusak-parah/4 diakses pada 26 September 2020 pukul 22.16 WIB.

 

 

 

 

 

 

 

 

Analisis Struktur dan Kaidah Kebahasaan Teks Deskripsi dalam Teks Berita

 

Berdasarkan teks berita berjudul “Diterjang Angin Kencang, SPBU di Bojonegoro Rusak Parah”, ditemukan beberapa kalimat deskripsi yang menggambarkan peristiwa tersebut. Kalimat deskripsi yang termuat dalam teks berita tersebut, yaitu.

1.      Hujan deras disertai angin kencang yang mengguyur wilayah Kecamatan, Balen, Kabupaten Bojonegoro pada Sabtu (26/9/2020)  mengakibatkan sebuah SPBU di Jalan Raya Surabaya-Bojonegoro rusak parah.

Kalimat tersebut merupakan kalimat pembuka hal yang akan dijelaskan, yaitu mengenai peristiwa angin kencang yang  terjadi di Bojonegoro.

2.      Bahkan, mesin pengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) roboh dan menimpa mobil L 300 yang tengah mengisi BBM.

Kalimat tersebut menggambarkan “rusak parah” yang dimaksud oleh penulis.

3.      Selain mengakibatkan SPBU dan teras rumah warga rusak, angin kencang yang melanda Kabupaten Bojonegoro tersebut juga mengakibatkan belasan pohon yang berada di pinggir jalan raya itu tumbang menutup jalan. Arus lalu lintas dari dan menuju Bojonegoro sempat macet.

Pada bagian tersebut, penulis mendeskripsikan lebih luas mengenai keadaan yang terjadi setelah angin kencang melanda.

4.      "Ada tiang listrik yang melintang di jalan, tepatnya di depan pom Balen roboh, saat ini juga sudah diperbaiki sama petugas. Dan dengan kejadian ini, kami mengimbau kepada masyarakat agar selalu waspada," pungkasnya.

Pada kalimat pertama, penulis masih mendeskripsikan keadaan yang terjadi. Sedangkan pada kalimat selanjutnya atau kalimat terakhir, terdapat imbauan dari narasumber yang menjadi simpulan akan apa yang harus dilakukan oleh warga setelah membaca berita tersebut.

 

 

 

Struktur teks deskripsi memuat judul, kalimat topik atau identifikasi, klasifikasi, deskripsi, dan simpulan. Berdasarkan analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa judul teks tersebut adalah “Diterjang Angin Kencang, SPBU di Bojonegoro Rusak Parah”. Judul tersebut sudah tepat karena menggambarkan isi teks. Kalimat topik atau identifikasi berada pada kalimat pertama dalam teks berita di atas, yaitu “Hujan deras disertai angin kencang yang mengguyur wilayah Kecamatan, Balen, Kabupaten Bojonegoro pada Sabtu (26/9/2020)  mengakibatkan sebuah SPBU di Jalan Raya Surabaya-Bojonegoro rusak parah”.  Kalimat topik atau identifikasi merupakan kalimat pembuka atau pengantar yang menjelaskan hal apa yang akan dideskripsikan. Pada bagian klasisifikasi memuat urutan atau penggolongan topik yang akan dibahas. Pada teks berita di atas tidak ditemukan klasifikasi. Selanjutnya, pada bagian deskripsi memuat penjelasan mengenai suatu objek atau peristiwa yang dideskripsikan. Pembaca akan dibuat seolah-olah merasakan langsung apa yang ditulis oleh penulis. Contoh bagian deskripsi pada teks berita tersebut, yaitu “Selain mengakibatkan SPBU dan teras rumah warga rusak, angin kencang yang melanda Kabupaten Bojonegoro tersebut juga mengakibatkan belasan pohon yang berada di pinggir jalan raya itu tumbang menutup jalan. Arus lalu lintas dari dan menuju Bojonegoro sempat macet”. Bagian terakhir pada teks deskripsi adalah simpulan yang merupakan bagian penutup yang biasanya disertai oleh pendapat atau kesan penulis. Dalam teks berita di atas, penulis tidak menyertakan pendapat. Namun, teks berita tersebut memuat simpulan yang disampaikan oleh narasumber, yaitu “Dan dengan kejadian ini, kami mengimbau kepada masyarakat agar selalu waspada”.

 

 

Kaidah kebahasaan pada teks deskripsi, sebagai berikut.

  1. Menggunakan kata benda sesuai topik yang dideskripsikan

Kata benda atau nomina yang digunakan dalam teks berita di atas, antara lain angin, hujan, petugas, SPBU, mobil, pohon, dan kayu.

  1. Menggunakan frasa yang mengandung kata benda

Teks berita di atas memuat beberapa frasa yang mengandung kata benda atau frasa nomina, seperti hujan deras, angin kencang, Kecamatan Balen, Kabupaten Bojonegoro, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah, teras, rumah, korban jiwa, sebatang kayu, warga Balen, dan tiang listrik.

  1. Mengandung kata sifat yang bersifat menggambarkan

Teks berita di atas memuat beberapa kata sifat atau adjektiva, seperti rusak, aman, dan macet.

  1. Mengandung kata kerja Transitif untuk memberikan informasi subjek.

Teks berita dia atas memuat kata kerja transitif (kata kerja yang memerlukan objek), yaitu “.... petugas BPBD setempat juga masih menghitung kerugian tersebut”.

  1. Mengandung kata kerja (perasaan, pendapat) dengan tujuan mengungkapkan pandangan pribadi penulis mengenai subjek

Teks berita di atas memuat sedikit pendapat pribadi dari penulis, yaitu “.... sebuah SPBU di Jalan Raya Surabaya-Bojonegoro rusak parah”.

  1. Mengandung kata keterangan untuk memberikan informasi tambahan mengenai objek

Teks berita di atas memuat kata keterangan, seperti di Jalan Raya Surabaya-Bojonegoro, Sabtu (26/9/2020) , sekitar pukul 16.45 WIB, dan di depan pom Balen.

  1. Mengandung bahasa kiasan berupa perumpamaan atau metafora

Teks berita di atas tidak memuat bahasa kiasan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sumber Referensi

 

Ahmad. 2020. “Teks Deskripsi” dalam

https://www.yuksinau.id/teks-deskripsi-pengertian-struktur-contoh/ diakses pada 26 September 2020 pukul 21.15 WIB.

Antari, Kadek Yuni. 2019. “Pengertian Teks Deskripsi dalam Bahasa Indonesia Beserta

Struktur, Contoh, Ciri-Ciri, dan Jenis-Jenisnya” https://www.zenius.net/blog/23107/teks-deksripsi-adalah-struktur-contoh diakses pada 26 September 2020 pukul 22.00 WIB.

 

 

 

 

 

 

 

CONTOH RECOUNT TEXT DALAM BAHASA INDONESIA

 

Makhluk Hidup Berkumis


Pada tahun 2019, aku adalah seorang pelajar tingkat akhir di salah satu sekolah menengah akhir yang berada di Jalan Gatot Soebroto, Purwokerto. Aku sering kali menghabiskan waktu bersama teman-teman di kafe belajar jika tidak ada kegiatan les setelah pulang sekolah. Kami biasa datang ke kafe bersama setelah pulang sekolah atau janjian bertemu di kafe selepas salat Maghrib.

Hari itu, satu hari sebelum ulangan harian bab Akuntansi, kami belajar bersama selepas salat Maghrib di salah satu kafe di dekat GOR Satria. Ada banyak orang yang sedang belajar di kafe dari berbagai kalangan usia. Biasanya kami memilih tempat duduk di ruangan ber-AC, tetapi karena penuh kami memutuskan untuk duduk di ruangan tanpa AC. Tempat kami duduk berada di dekat tembok. Kami duduk mengelilingi meja. Setelah memesan makanan dan minuman untuk menemani belajar, kami langsung berdiskusi perihal materi Akuntansi. Berdiskusi, mencari jawaban, berdebat, dan tertawa adalah menu sehari-hari saat itu. Ah, jangan lupakan keluhan-keluhan yang terlontar karena tubuh yang sudah rindu pulau kapuk dan kekesalan karena sulit mencari jawaban atau memahami materi. Setelah makanan dan minuman datang kami berhenti sebentar untuk menikmatinya sembari mengobrol ringan. Kami melanjutkan kegiatan dengan mengerjakan soal secara mandiri dahulu, lalu mendiskusikannya. Ketika sedang mengerjakan soal secara mandiri, hal yang memalukan itu tiba-tiba terjadi! Tiba-tiba ada kucing yang mengelus kakiku dan tubuhku secara otomatis langsung bereaksi padahal aku tidak melihat siapa yang mengelus kakiku terlebih dahulu. Malu sekali aku ditatap oleh banyak pasang mata malam itu. Kenapa? Karena aku teriak dan langsung menyelamatkan diri di atas kursi tempat aku duduk. Malu sekali. Temanku pasti juga ikut malu karena hal itu. Maafkan aku, teman-teman. Untungnya, salah satu temanku tanggap, langsung mengusir kucing itu.

Aku malu sekali karena reaksi yang aku lakukan malam itu. Setelah itu, aku tidak lagi fokus belajar dan ingin cepat-cepat pulang. Oleh karena itu, tak lama kemudian aku pamit pulang. Teman-temanku juga ikut menyudahi kegiatan belajar malam itu. Sebelum pukul 22.00 WIB aku sudah sampai rumah yang berjarak belasan kilometer dari tempat aku belajar.

Selasa, 24 September 2019

Kebakuan Bahasa Indonesia dalam Media Sosial


Wilayah Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke. Di sepanjang bentang wilayah Indonesia banyak sekali dijumpai bahasa daerah, seperti Jawa, Sunda, Bali, Batak, Madura, Aceh, Papua, Minang, Lampung, dan Banjar. Dari sekian banyak bahasa daerah di Indonesia, masyarakat Indonesia sepakat untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sehingga masyarakat antardaerah dapat berkomunikasi dengan lancar. Selain itu, bahasa Indonesia pun digunakan sebagai identitas jati diri bangsa sehingga masyarakat Indonesia patut bangga dalam berbahasa Indonesia. Hal ini selaras dengan salah satu poin Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada 28 Oktober 1928 yang berbunyi, “Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng tinggi bahasa persatoean, bahasa Indonesia”. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara pun telah tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, bab XV, pasal 36 yang menyatakan bahwa “Bahasa negara adalah bahasa Indonesia”. Ini menunjukkan bahwa berbahasa Indonesia yang baik dan benar perlu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari sebagai salah satu wujud mencintai dan menghargai tanah air.
Saat ini teknologi semakin maju dan diikuti dengan derasnya arus globalisasi yang menjalar ke berbagai penjuru dunia, tak terkecuali Indonesia. Masyarakat saat ini tidaklah merasa asing dengan keberadaan internet yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk berbagai macam tujuan. Media sosial yang banyak digunakan untuk menjalin komunikasi jarak jauh, menjalin relasi, dan berdagang sangat bergantung pada keberadaan internet sehingga dapat dikatakan bahwa media sosial berperan penting dalam kehidupan saat ini.
Berbagai fenomena pemakaian bahasa Indonesia yang baik, tetapi tidak benar; tidak baik, tetapi benar; serta tidak baik dan tidak benar tentu pernah bahkan sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Namun, berbagai fenomena tersebut sebaiknya dihindari ketika berkomunikasi di media sosial. Memang benar tidak ada peraturan mengenai bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi di media sosial. Meskipun demikian, etika dalam berkomunikasi di media sosial tetaplah diperlukan. Salah satu etika tersebut meliputi penggunaan bahasa Indonesia yang baku sehingga tidak akan terjadi multitafsir. Multitafsir tidak hanya berupa kalimat yang tidak efektif, namun juga penggunaan bahasa yang mencampuradukkan bahasa Indonesia dengan bahasa daerah, dimana makna suatu kata di bahasa daerah tertentu belum tentu sama dengan bahasa daerah lain. Seperti makna kata atos dalam bahasa Jawa berarti keras, sedangkan dalam bahasa Sunda kata atos berarti sudah. Selain itu, penggunaan bahasa Indonesia yang baku mencerminkan kesantunan dalam berbahasa. Ketika seseorang berkomunikasi dengan orang lain yang belum dekat atau lebih tua darinya, namun seseorang tersebut tidak menggunakan bahasa Indonesia yang baku akan menunjukkan bahwa seseorang tersebut kurang santun dalam berperilaku.
Penggunaan bahasa gaul yang marak terjadi saat ini sangatlah merisaukan sebab penggunanya acuh tak acuh terhadap tata bahasa standar yang berlaku. Padahal tidak semua masyarakat dapat memahami bahasa gaul tersebut. Disamping itu, masyarakat cenderung mengelu-elukan bahasa asing seolah bahasa asing tersebut amat keren. Mereka lebih memperhatikan tata bahasa standar bahasa asing daripada tata bahasa standar bahasa Indonesia. Dua fenomena tersebut berbanding terbalik dengan cita-cita pemuka bahasa yang mengupayakan bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional.
Kesadaran masyarakat dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar sangatlah penting. Kesadaran tersebut dapat dimulai dari lingkup keluarga. Perhatian pemerintah terhadap persoalan ini dapat diwujudkan dengan upaya penguatan bahasa Indonesia, baik berupa sosialisasi maupun penerapan suatu kebijakan. Penerapan tes Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) untuk mengukur kemahiran berbahasa seseorang dengan menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi dengan orang lain dinilai akan membantu menguatkan bahasa Indonesia sebab masyarakat dituntut agar mahir berbahasa Indonesia.
 Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa seluruh warga negara Indonesia sebaiknya mengimplementasikan bahasa Indonesia yang baik dan benar yang telah diperoleh saat duduk di bangku sekolah, baik di kehidupan sehari-hari maupun di dunia maya. Penggunaan bahasa Indonesia yang tidak baku dalam dunia maya, khususnya media sosial sangat riskan menimbulkan multitafsir.


Sumber:
            https://www.kompasiana.com/mujahidzenul/5a577477cf01b42c192e8bc2/pembunuhan-budaya-literasi?page=all dikutip pada 21 September 2019 pada 13.15 WIB.

Sabtu, 14 September 2019

KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA DAERAH

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika dapat merepresentasikan betapa kaya negara kita. Keanekaragaman yang dimiliki oleh Indonesia tidak hanya mencakup suku, agama, ras, golongan, dan sumber daya alam saja, namun juga mencakup kebudayaan. Terdapat banyak sekali bahasa di Indonesia dimana bahasa merupakan salah satu unsur kedudayaan. Keanekaragaman inilah yang menjadi ciri khas Indonesia sehingga tampak indah.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri. Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Soeparno (2013: 1) bahwa bahasa dapat didefinisikan sebagai suatu sistem tanda arbitrer yang konvensional. Tanda arbitrer dalam bahasa mempunyai arti bahwa bahasa bersifat semena-mena antara signifie (unsur bahasa yang berada di balik tanda yang berupa konsep di dalam benak si penutur)  dan signifiant (unsur bahasa yang merupakan wujud fisik atau yang berupa tanda ujar). Tanda arbitrer ini dibatasi oleh kesepakatan antarpenutur sehingga disebut konvensional (Soeparno 2013: 2). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bahasa daerah adalah bahasa yang lazim dituturkan di suatu daerah dalam sebuah negara berdasarkan kesepakatan bersama antarpenutur yang dapat digunakan sebagai identitas daerahnya.
Badan Pengembangan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan Kebudayaan menyatakan bahwa Indonesia memiliki 652 bahasa daerah.  Berbagai macam bahasa yang terdapat di Indonesia, seperti Minangkabau, Banjar, Jawa, Sunda, Batak, Bugis, Makassar, Madura, dan Bali tumbuh dan berkembang di daerahnya masing-masing. Fungsi bahasa daerah dalam kedudukannya sebagai bahasa sendiri, yaitu lambang kebanggaan daerah, lambang identitas daerah, dan alat penghubung di dalam keluarga dan masyarakat daerah. Namun, fungsi bahasa daerah sebagai lambang kebanggaan daerah sepertinya sudah mulai luntur. Hal ini dapat dilihat pada fenomena ketika seseorang yang lahir dan tumbuh di daerah Jawa terbiasa berinteraksi menggunakan bahasa Jawa sejak kecil, tetapi sayangnya ketika seseorang tersebut beranjak dewasa dan mengenyam pendidikan tinggi di daerah yang sama justu ia terbiasa menggunakan bahasa-bahasa gaul bahkan jika menggunakan bahasa Indonesia terkadang tidak memperhatikan pengucapan serta baku atau tidaknya bahasa tersebut. Sebetulnya penggunaan bahasa-bahasa gaul bukanlah suatu kebanggan sebab tidak terdapat filosofi dan moral kehidupan yang dapat diambil dalam bahasa-bahasa gaul. Sebagai pelaku kebudayaan sudah semestinya kita melestarikan budaya yang kita miliki. Kesadaran masyarakat setempat sangatlah diperlukan, disamping peran pemerintah yang turut mengupayakan pelestarian bahasa daerah. Selain itu, kenyataan bahwa terdapat beberapa individu yang tidak dapat berbahasa daerahnya sendiri mengindikasikan bahwa fungsi  bahasa daerah sebagai alat penghubung di dalam keluarga dan masyarakat daerah juga mulai luntur. Penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa Inggris sebagai bahasa internasional bukanlah alasan untuk meninggalkan bahasa daerahnya.
Hubungan antara bahasa Indonesia dan bahasa daerah amat erat. Hal ini dapat dilihat dari fungsi bahasa daerah dalam hubungannya dengan bahasa Indonesia, sebagai berikut.
1.      Bahasa daerah sebagai pendukung bahasa nasional
Perumusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan menyatakan bahwa pembinaan bahasa Indonesia bersumber dari bahasa daerah. Berbagai bidang di bahasa Indonesia seperti fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan kosa kata tak luput dari sumbangan bahasa daerah.
2.      Bahasa daerah sebagai bahasa pengantar di dunia pendidikan pada tingkat permulaan
Penggunan bahasa daerah untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari dapat dijumpai di berbagai tempat. Keadaan tersebut menyebabkan tenaga pendidik perlu menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa ibu dalam kegiatan belajar mengajar untuk menjembatani ilmu yang akan disampaikan kepada peserta didik pemula. Namun, hal ini sebaiknya diminimalisir dan dilakukan upaya penguatan bahasa Indonesia.
3.      Bahasa daerah sebagai sumber kebahasaan untuk memperkaya bahasa Indonesia
Berbagai macam bahasa di Indonesia memiliki kosa kata yang tidak terdapat dalam bahasa Indonesia. Hal ini menyebabkan banyak bahasa daerah yang diserap ke dalam bahasa Indonesia. Berikut ini kosa kata bahasa Indonesia yang diserap dari berbagai bahasa daerah, yaitu.
a.       Bahasa Jawa: lestari, bisa, rampung, lugu, mepet
b.      Bahasa Sunda: dari, oncom, nyahok
c.       Bahasa Banjar: gambut
4.      Bahasa daerah sebagai pelengkap bahasa Indonesia di dalam penyelenggaraan pemerintah pada tingkat daerah
Suatu keadaan dimana bahasa daerah digunakan sebagai bahasa ibu, terlebih suatu masyarakat yang menggunakannya belum sepenuhnya dapat berbahasa Indonesia dengan baik akan menyebabkan suatu gap (jurang pemisah) sehingga untuk menjembatani hal tersebut diperlukan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar dalam penyelenggaraan pemerintah pada tingkat daerah.
Dari hal yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah suatu hal yang krusial dalam kehidupan sehari-hari dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi diri. Keanekaragaman bahasa di Indonesia merupakan kekayaan yang harus dilestarikan sehingga perlu adanya sinergi yang baik antara bahasa daerah sebagai bahasa ibu, bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, dan bahasa Inggris sebagai bahasa internasional yang diupayakan oleh seluruh elemen yang bersangkutan.





Sumber:

Soeparno. 2013. Dasar-Dasar Linguistik Umum. Yogyakarta: Tiara Wacana.
http://pendidikanmatematika2011.blogspot.com/2012/04/khusnul-khatimah.html  dikutip pada tanggal 15 September 2019 pukul 13.12 WIB
https://www.liputan6.com/regional/read/3620412/berapa-jumlah-bahasa-daerah-di-indonesia-saat-ini dikutip pada tanggal 15 September pukul 13.17 WIB
https://aditmilan.wordpress.com/2015/03/16/peranan-bahasa-daerah-dalam-pengembangan-bahasa-indonesia/ dikutip pada tanggal 15 September 2019 pukul 13.18 WIB

Minggu, 08 September 2019

UNSUR-UNSUR INTRINSIK DALAM NOVEL AMELIA
KARYA TERE LIYE

Diajukan untuk memenuhi tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia

Guru : Usriah Hidayati, S.Pd.





OLEH:
AZIZAH NUZULUL ROHMAH
08
10243
8A


SMP NEGERI 1 SOKARAJA
Tahun Pelajaran 2014/2015



---






A.     IDENTIFIKASI NOVEL AMELIA




  1. Judul                           : Amelia
  2. Pengarang                   : Tere Liye
  3. Jumlah halaman           : 391 halaman
  4. Penerbit                       : Republika
  5. Tahun Terbit                : 2013
  6. Kota Terbit                  : Jakarta








B.  Unsur-Unsur Intrinsik Novel Amelia
1.    Tema
Tema dalam novel ini yaitu pendidikan seseorang anak dapat diperoleh di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

2.    Alur (Plot)
Alur atau plot yang terdapat dalam novel ini adalah alur maju
Tahapan alur dalam novel Amelia, sebagai berikut:
a.      Pengantar (pengenalan tokoh, latar cerita)
Halo semua, kenalkan, namaku Amelia.
Di sekolah aku selalu dipanggil ‘Amel’. Di tempat belajar mengaji Nek Kiba, di sungai, di balai kampung, teman-teman bermain dan bahkan semua orang memanggilku ‘Amel’. Juga di rumah. Tapi, dalam situasi tertentu, kadang aku dipanggil dengan nama lengkap, ‘Amelia’. (hlm. 1)

Aku dan keluargaku tinggal di perkampungan yang indah. Persis di Lembah Bukit Barisan. Dilingkari oleh hutan lebat di bagian atasnya. Lereng-lereng yang berkabut saat pagi, bagai melihat kapas sejauh mata memandang. (hlm. 2)

b.      Penampilan masalah
Bapak tersenyum. Mendekat, duduk di sebelahku.
Kalian tahu, satu hal yang selalu aku suka dari Bapak adalah jika ia bilang menemani, maka ia akan benar-benar menemani-ku. Ikut duduk menatap perkampungan tidak bicara sama sekali.
. . .
“Amel benci jadi anak bungsu.” Itu kalimat pertama yang keluar dari mulutku. Membuka percakapan setelah lengang lima belas menit. Sibuk dengan pikiran masing-masing.
Bapak menoleh
“Amel benci jadi anak bungsu!!”” kali ini suaraku lebih ketus. (hlm. 21-22)

Awalnya, kalimatku masih patah-patah, tapi semakin lama semakin lancar. Dengan suara lantang, aku mengusulkan agar penduduk kampung membahas tentang kemungkinan mengganti seluruh batang kopi di ladang dengan bibit yang lebih berkualitas agar tidak ada lagi ladang yang gagal panen, tidak produktif. Itu bisa menjadi jalan keluar agar kehidupan kami lebih baik, tidak hanya mengandalkan cara-cara lama.
. . .
“Tapi itu tidak akan mudah.” Mang Dullah yang pertama kali mengeluarkan komentar atas rencanaku. “Yang pertama, bagaimana dengan bibit kopi labih baik yang au maksud itu, Amel? Harganya tentu mahal di Kota Kabupaten. Membeli ribuan batang kopi itu tidak sedikit biayanya.” (hlm. 298)

c.       Puncak masalah
Nah, inilah masalah paling serius antara aku dan Kak Eli. Soal mencuci sepatu.
. . .
Kak Eli melangkah cepat ke ruang tengah, tempat Mamak sedang menganyam rotan ditemani Bapak yang membaca sambil menyeruput kopi luwak. Di luar gerimis kembali turun menyiram perkampungan. Udara terasa dingin
“Siapa yang merusak sikat gigi Kak Eli?” suara melengking Kak Eli terdengar galak. (hlm 47-52)

“Tidak akan banyak yang setuju, Bujuk. Penduduk tidak mau disuruh begitu saja mengganti batang kopi, itu amat berisiko. Dan menggunakan kas kampung? Uang itu dikumpulkan bertahun-tahun untuk keperluan darurat seperti bencana alam, musibah, bukan untuk mencoba hal baru.” Salah satu anggota pertemuan tetap keberatan. (hlm. 301-302)

d.      Ketegangan menurun
Sore itu, Kak Eli memutuskan menggendongku pulang. Ia mengambil solusi yang paling tidak mungkin. Susah payah ia memposisikanku di punggungnya. Terhuyung ia berdiri.
“Berpegangan yang kuat, Amel.” Kak Eli berkata pelan.
. . .
Aku sekarang bisa melihat nasihat Bapak. Dengan memeluk Kak Eli di belakang, di gendong di punggung, aku bisa merasakan sedekat itu bukti kasih sayangnya. Kak Eli tidak pernah membenciku. Ia tidak pernah mengomeliku, memarahiku, meyuruh-nyuruhku karena takut kepada Mamak. Ia melakukan semua itu karena sedang mengajariku. Kak Eli menyayangiku. Aku terisak. (hlm.73-74)

“Dalam agama kita, Hasan, berbuat adil sangat penting. Aku sendiri yang mengajari kau mengaji ketika kau masih kanak-kanak macam Amel. Berbuat adil adalah segalanya. Apa pu.” Suara Nek Kiba terdengar lantang. Rambut berubannya terlihat dari balik tudung kepala. “Bahkan, agama ini memerintahkan agar kita tetap berbuat adil kepada musuh sekalipun. Sungguh, jangankan kebencian kita kepada seseorang atau kepada sebuah kaum, membuat kita tidak adi. Kemakmuran diangkat dari sebuah negeri, pertolongan ditahan di atas sebuah negeri, ketika orang-orang di dalamnya enggan berbuat adil. Kau dengar itu, hah?”
Ruangan besar itu terdiam. Juga Bakwo Hasan dan tiga tetangga lain. Wajah mereka merah padam. Tapi mereka terdiam, tidak ada yang berani menjawab kalimat tegas Nek Kiba. (hlm. 385)

e.       Penyelesaian
“Maafkan, Amel, Kak.”
Aku tidak tahan lagi. Suaraku pelan saja. Bahkan kalah oleh desau angin.
“Maafkan apa, Amel?” Kak Eli bertanya. Napasnya tersengal.
“Maafkan Amel yang selama ini tak menurut.” Suaraku serak.
“Kau bicara apa Amel?” Langkah kaki Kak Eli terhenti.
Kak Eli berhenti di jalan setapak dengan aku memeluk erat-erat dari punggungnya.
“Maafkan Amel yang susah diatur. Maafkan Amel yang kemaren menggunakan sikat gigi Kak Eli untuk menyikat sepatu sekolah. Amel sungguh menyesal. Maafkan Amel, Kak.” Aku benar-benar menangis sekarang. Terisak di punggung Kak Eli.
. . .
“Seharusnya aku yang meminta maaf, Amel.” Kak Eli akhirnya berkata pelan. Suaranya bergetar. (hlm. 75)

Dengan keputusan itu, beberapa minggu kemudian, penduduk kampung bergotong-royong menebang batang kopi tidak berbuah di ladang itu. Juga minggu-minggu berikutnya, kami bekerja bersama-sama hingga poly bag berhasil di tanam di dalam lubang-lubang. Berbaris rapi sesuai jarak yang disarankan Paman Unus.
. . .
Tidak ada korban jiwa. Juga tidak ada rumah panggung di kampung yang rusak. Tapi ladang kopi tempat dua ribu bibit kopi terbaik itu berada tidak jauh dari tepi sungai. Bersama ladang-ladang lain, hancur lebur dihantam air bah. Batang kopinya tercerabut, rebah jimpah. Pagar ladangnya tidak bersisa sedikit pun. Saat banjir mulai surut, tidak ada lagi yang tersisa di ladang selain lumpur di mana-mana. (hlm. 386-387)

3.    Latar (Setting)
Novel Amelia mengambil latar tempat di Lembah Bukit Barisan, hutan yang mengelilingi perkampungan dengan latar waktu pagi, siang, dan malam hari, latar sosial yaitu keluarga sederhana, latar suasana yaitu perkampungan yang indah nan asri.
a.      Latar tempat
Aku dan keluargaku tinggal di perkampungan yang indah. Persis di Lembah Bukit Barisan. (hlm. 2)

b.      Latar waktu

“Susah sekali menyuruh kalian bangun sepagi ini, hah. Sana bergegas ambil wudhu, shalat shubuh. . . .” (hlm. 6)

Kejadian sepanjang siang di rumah ternyata menjadi masalah besar sore harinya. (hlm.19)

Malam datang membungkus perkampungan. Hujan deras akhirnya turun. Jalanan depan rumah sepi. (hlm. 20)

Zaman itu, semua rumah kampung menggunakan tungku kayu bakar, tidak ada kompor minyak tanah. Kayu bakar itu ditumpuk rapi di penyimpanan sementara, di bawah pondok kecil belakang rumah, agar tetap kering dan siap digunakan setiap saat. (hlm. 45)



c.       Latar sosial
“Tahun ini panen kopi kita lebih banyak dibanding perkiraan.” Bapak yang pertama kali membuka suara. (hlm. 199)

Tentu seharusnya aku tahu. Keluarga kami sederhana. Bapak mendidik kami sejak kecil dengan semua keterbatasan.
. . .
(hlm 25)
d.      Latar Suasana
Aku dan keluargaku tinggal di perkampungan yang indah. Persis  di Lembah Bukit Barisan. Dilingkari oleh hutan lebat dibagian atasnya. Lereng-lereng yang berkabut saat pagi, bagai melihat kapas sejauh mata memandang. Dibawahnya dibatasi oleh sungai besar berair jernih.
. . .
(hlm 2)

4.    Tokoh dan Penokohan
Tokoh dan penokohan yang ada di dalam novel Amelia adalah sebagai berikut.
a.    Bapak
1)      Rajin membaca
Kak Eli melangkah cepat ke ruang tengah, tempat Mamak sedang menganyam rotan ditemani Bapak yang membaca sambil menyeruput kopi luwak. (hlm. 52)

2)      Demokratis
Bapak membagi tugas. Orang-orang dewasa yang membantu dijadikan enam kelompok, menuju tempat masing-masing. Anak-anak ikut dalam rombongan tersebut, bebas memilih. Aku membawa keranjang rotan milikku, memutuskan mengikuti rombongan Paman Unus. (hlm. 190)

b.   Mamak
1)      Cekatan
Mamak sibuk bekerja berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, kadang di depan tungku, kadang di meja, memperbaiki tudung rambut, menyeka keringat, mengerjakan dua-tiga hal dalam waktu bersamaan. Aku berusaha gesit mengimbangi. (hlm. 61)

Mamak itu selalu gesit ketika bekerja. Wak Yati pernah berbisik kepadaku, “Kau tahu Amel, sebagian Ibu-ibu itu hanya lincah mulutnya, lincah bergunjing. Tapi Mamak kau, sebaliknya, tangannya yang lebih lincah bekerja. Semua dikerjakan dengan cepat, teliti, tanpa kesalahan.” Aku manggut-manggut. (hlm. 186)

2)      Suka berbagi
“Mamak mengirim rebung, Wak.” Aku mengangkat kanton plastik.
Goed, ini terlihat segar sekali, Amel. Akan lezat jika disayur.” Wak Yati memeriksa isi kantong. “Mamak kau itu selalu rajin mengirimi makanan kepada sanak dan tetangga.” (hlm. 260)
c.    Eliana
1)      Rajin membantu
Kak Eli sedang menganyam di ruang tengah bersama Mamak, sambil mengobrol. (hlm. 20)

2)      Tegas
 “Nanti-nanti saja Kak.” Kak Pukat yang menjawab sekarang. Terlihat sekali mereka bergegas, bahkan tidak sempat menyambar topi anyaman.
“HEI!” Suara Kak Eli terdengar galak,”Kerjakan sekarang!” (hlm. 12)

“Baik. Sekarang, kau segera makan siang, Amel. Lantas shalat. Mamak akan lebih marah lagi kalau tahu kau terlambat makan dan shalat. Kakak akan mencari dua sigung itu di kolam belakang sekolah. Sudah sesiang ini mereka tidak pulang-pulang juga. Main kelamaan, sengaja benar mencari-cari masalah. (hlm. 15-16)

“Bantu Kakak, Amel.” Kak Eli mengancam.
Aku menelan ludah, berhitung dengan situasi. Kalau aku menolak, dengan kejadian aku pergi memetik jamur tanpa pamit tadi, Kak Eli bisa mencubit perutku. (hlm. 45)

3)      Bertanggung jawab
“Kau tahu sendiri, dua sigung nakal itu kabur, Amel. Entah kemana mereka. Tidak akan ada yang mengerjakannya.” Kak Eli memotong. “Lagi pula, semua pekerjaan yang ada di rumah itu tugas kita semua, Bapak dan Mamak sibuk di ladang. Kau bantu memindahkan kayu bakar ini bukan berarti kau membantuku, itu sama dengan kau membantu Mamak. Mengurangi pekerjaan dan beban pikirannya.” (hlm. 44-45)

4)      Pelindung
Tiba-tiba Kak Eli sudah berdiri di depan dua pelayan itu, berteriak kencang, “JANGAN HINA ADIKKU!” Kak Eli yang berseru membelaku. “ADIKKU TIDAK KAMPUNGAN!” Lantas meraih tubuhku agar berdiri. Memeluk tubuhku, menghibur, bilang, “Jangan sedih, Amel. Kakak tidak akan membiarkan kau dihina siapa pun.” (hlm. 59)
Dengan suara tegas, mata yang amat cemerlang-tatapan yang akan kuingat hingga kapan pun, Kak Eli merengkuh badanku sambil berkata, “Kau adikku, aku tidak akan pernah meninggalkan kau, Amel.”
Kak Eli memelukku, menenangkan, “Bukan karena Mamak akan marah karena aku tidak menjaga kau. Tetapi karena kau adalah adik perempuanku. Aku tidak akan pernah meninggalkan kau, Amel.” (hlm. 73)

d.   Pukat
1)      Cerdas
Padahal, seluruh sekolah juga tahu kalau Kak Pukat paling pintar. Pak Bin, guru kami di sekolah berkali-kali membanggakan betapa pintarnya Kak Pukat. (hlm. 3)

Kami menoleh ke arah Kak Pukat. Aku menghembuskan napas pelan. Aduh, kenapa Kak Pukat lagi-lagi harus memotong kalimat Nek Kiba dengan mengacungkan jari?
“Tetapi Nek, bukankah kami memang disuruh ikut saja orangtua saat shalat dan puasa? Mencontoh saja.” Kak Pukat bertanya serius. (hlm. 323)

2)      Kreatif
Hanya si jenius, Kak Pukat, yang membuat sendiri perahu otok-otok-nya dengan mengambil kaleng sarden, kaleng kopi, kaleng apa saja milik Mamak-yang kadang jadi masalah. (hlm. 12)

3)      Suka mengolok-olok
“Ide bagus Burlian,” Kak Pukat tidak kalah galak, menyikut Kak Burlian. “Kalau kita berhasil menyiramnya basah kuyup, itu berarti sama dengan kita berhasil menyiram Candi Borobudur.”
“Eh, Candi Borobudur, Kak?” Kak Burlian menoleh.
“Iya, kan? Kau sendiri yang bilang, si bungsu ini seperti keajaiban dunia ke delapan karena bangun lebih cepat dibanding siapa pun. Jadi kita seperti menyiram Candi Borobudur.”
“Oh?!” Burlian mengangguk-angguk paham. “Kak Pukat memang selalu jenius.” (hlm. 63-64)

e.    Burlian
1)      Keras kepala
Anehnya, ia tidak pernah kapok. Entahlah, kalau menurut Bapak, Kak Burlian itu memang spesial soal keras kepala. (hlm. 3)

2)      Suka mengolok-olok
Hal lain yang juga tidak kusukai dari Kak Burlian adalah ia sering mengolok-olokku tentang ‘menunggu rumah’. (hlm. 4)

f.     Amelia
1)      Selalu memikirkan hal-hal penting
“Sudah demikian sifatnya. Sekali dia merasa sesuatu itu penting, maka dia tidak akan pernah berhenti memikirkannya, Pak Bin. Kau pasti mengenal perangainya.” Bapak mengusap wajahnya. (hlm. 298)

2)      Peduli sesama
Aku memasukkan tas ke laci meja, memperhatikan Maya yang telaten menyapu lantai.
“Mau kubantu, May?” Aku menawarkan bantuan. (hlm. 31)

“Kau mau bilang sesuatu, Amel?” Paman Unus tersenyum.
“Eh,” Aku menggaruk kepala yang tidak gatal. “Bagaimana, bagaimana caranya agar penduduk kampung mau mengganti seluruh ladangnya dengan bibit yang lebih baik, Paman?”
. . .
“Karena kau memiliki hati Mamakmu, Nak. Kau selalu peduli. Kau selalu ingin orang lain menjadi lebih baik. Itu anugerah Tuhan yang hebat, Amel. Hati yang kuat dan teguh. (hlm. 193-195)

“Kau bisa meminjam bukuku, Norris.” Kataku. (hlm. 89)

“Tidak akan mudah. Tapi jika berhasil, kau akan membuat perubahan terbesar sejak leluhur kita di lembah ini. Peduli adalah energi kebaikan yang penting. Berlimpah ruah kepedulian itu di hati kau. Sungguh teguh hati kau, Amel.” (hlm. 303)
3)      Rajin membaca
“Apa yang kau lakukan, hah?” Kak Eli sudah berdiri di belakangku, di teras depan rumah panggung.
Aku menelan ludah, mengangkat buku, “Lagi baca, Kak.”
. . .
“Maksud Kakak, ini sudah pukul dua belas lebih, Amel! Apa yang kau lakukan? Kau hanya membaca saja sejak tadi pagi, hah? Lihat, lantai belum kau pel sama sekali. (hlm. 15)

“Bahkan Kakak berjanji, setiap pulang, setiap pulang akan membawakan Amel majalah bekas dari Kota Kabupaten.”
“Sungguh?” Mataku membulat.
“Sungguh.” Kak Eli mengangguk mantap. (hlm. 240)

4)      Rajin
makan malam siap. Mamak memasak menu cepat, udang goreng tepung dan sayur jamur santan. Aku gesit menyusun piring di atas meja. Meletakkan mangkok sayur yang mengepul. Mamak bahkan tersenyum melihatku yang bergerak semangat. (hlm. 50)

5)      Bertanggung jawab
Amelia, benar kau yang merusak sikat gigi Kak Eli?” Bapak memastikan.
“Iya, Pak.” Aku menjawab terbata-Bapak telah menyebut namaku lengkap. (hlm. 55)

g.    Wak Yati
1)      Tidak pelit ilmu
“Amel tidak mengerti bahasanya, Wak.”
Wak Yati tertawa melihat wajah bingungku.
“Tentu saja, natuurlijk, Amel. Hampir seluruh buku ini berbahasa Belanda. Tapi jangan khawatir, sebentar.”
Wak yati memeriksa tumpukan buku di atas lantai papan. Menarik salah satunya. Menyerahkannya kepadaku.
Nah, ini catatan perjalanan Wawak saat ke tanah Malaka. Wawak tulis dengan bahasa campur. Ada bahasa Indonesianya. Juga ada beberapa foto yang bisa kau lihat.” (hlm. 261)

h.   Paman Unus
1)      Cerdas
“Tidak ada hubungannya dengan nasib baik, Pendi.” Paman Unus tertawa, menepuk bahu Juha. “Itu dilakukan agar cahaya matahari bisa diatur sedemikian rupa menimpa bibit kopi. Kita harus berhitung dengan kelembapan bibit. Selain arah mata angin, kita juga harus menentukan kapan saatnya menyemai bibit. Kabar baiknya, jika perhitunganku benar, minggu-minggu ini waktu yang baik. Bertani memerlukan ilmu pengetahuan yang mendalam, Pendi, tidak sekadar mampu bekerja keras. Meskipun harus kuakui, tanpa bantuan kalian, pekerjaan ini tidak akan semaju ini.” (hlm. 317)

2)      Tidak pelit ilmu
“Setiap perubahan membutuhkan proses panjang, Maya.” Paman Unus yang sedang mengajari Juha dan Pendi tentang merawat ladang kopi, menghentikan kegiatannya. Mencoba membesarkan hati kami. (hlm. 357)

3)      Bijaksana
“Itu benar. Lantas kenapa, Tambusai? Apakah dia berarti merobek seluruh usaha ini. Coba kau lihat, dua ribu batang kopi kita masih tumbuh dengan subur. Puluhan bahkan ratusan penduduk yang kalian temui sudah mendukung. Itu hanya masalah kertas.”
. . .
“Kalian berempat berada di gerbang terdepan proses perubahan. Puluhan tahun petani lembah ini hanya menggunakan cara-cara bertani yang diwariskan begitu saja. Usia pohon kopi di ladang orangtua kalian lebih tua dibandingkan usia kalian, bukti lamanya mereka terbiasa dan nyaman. Maka tidak ada yang bilang akan mudah membujuk mereka berubah. Kita tidak akan berhenti hanya karena kertas-kertas kita disobek. Kita akan buat lebih banyak lagi kertas-kertas itu, apa susahnya. Kalian tahu, banyak orang yang bicara tentang hal-hal hebat, tapi tidak pernah kongkret. Maka jangan berkecil hati, Maya. Kita harus saling menguatkan satu sama lain. Kau mendengarku, Maya?” (hlm. 358)

4)      Inspirator
Kalau tidak ada Paman Unus kalian itu, maka banyak sekali hal-hal seru yang kalian alami tidak akan pernah terjadi. Dia banyak memberikan inspirasi bagi orang-orang di sekitarnya, terutama anak-anak.” (hlm. 364)

i.      Nek Kiba
1)      Bijak
“Karena kalian masih anak-anak.” Nek Kiba menjawab takzim. “Maka kalian boleh mencontoh. Tapi dengan bertambahnya usia kalian, hukum menuntut ilmu itu jatuh pada kalian. Tidak ada alasan lagi. Beruntunglah yang sejak kecil sudah rajin membaca buku, sudah gemar mendengar nasihat dari orang-orang berilmu, maka dia mengerti lebih awal penjelasannya. Semoga itu akan terbawa hingga dewasa. Paham?” (hlm. 323)

2)      Tidak pamrih
Menurutku, Nek Kiba adalah guru mengaji terbaik sedunia. Berpuluh-puluh tahun mengajar mengaji, tidak serupiah pun meminta bayaran. (hlm. 219)

j.     Pak Bin
1)      Inovatif
Pak Bin bukan guru PNS. Ia terlalu jujur untuk lulus tes. Tapi Pak Bin adalah guru terbaik yang pernah kami miliki. Saat itu, aku belum paham apa yang sedang diajarkan Pak Bin. Namun, besok-lusa saat besar, aku menjadi amat mengerti maksud metode mengajar Pak Bin, termasuk tentang peraturan menulis karangan versi Pak Bin. (119)

2)      Motivator
“Bagus sekali, Gita. Jangan cemas, ini bukan soal kecepatan. Sepanjang kalian bisa menemukannya itu lebih dari cukup.”
Kalimat Pak Bin membuat sebagian besar murid menghembuskan napas lega. Ternyata tidak apa jika lama menemukannya. (hlm. 163)
k.   Maya
1)      Cepat marah
“Aku ikut, Amel.” Maya berseru ketus. Wajahnya terlihat sebal. “Awas saja kalau biang ribut itu berbohong. Aku timpuk dengan buku tulis.” (hlm. 86)

“Astaga!” Maya menatap Tambusai melotot. “Kau bahkan sekarang tidak tahu ini buah kopi, Tambusai? Kau dari planet mana hingga belum pernah melihat buah kopi?”
“Eh, tentu saja aku tahu.” Tambusai menggaruk rambutnya, nyengir. “Maksudku, aku belum pernah melihat buah kopi seperti ini. Besar dan bagus.”
Aku tertawa kecil melihat dua teman baikku itu bersitegang. Terlepas dari Maya itu memang suka marah, ia mulai sebal karena sejak tadi Tambusai hanya sibuk bertanya. (hlm. 306)

2)      Tegas
“Kalau begitu, tidak usah main perahu. Sekali tidak boleh, tetap tidak boleh.”
Sia-sia, tidak ada yang bisa melawan Maya. Dulu saja, sebelum Chuck Norris insyaf, bertingkah di seluruh sekolah, satu-satunya yang bisa melawannya adalah Maya. Geng perahu otok-otok berseru kecewa. (329)

l.      Tambusai
1)      Tidak cepat paham
“Kenapa tidak bisa? Semua orang melakukan hal itu, kan?” Tambusai mengangkat bahu.
“Amel membutuhkan bibit terbaik.”
“Oi, bibit terbaik?”
“Kau sepertinya tidak memperhatikan penjelasan Amel dari awal, Tambusai.”
Maya menepuk dahinya. Ia mulai gemas melihat ekspresi Tambusai yang tetap tidak paham. (hlm. 305-306)

2)      Suka membantu teman
“Kau mau membantu atau tidak, tukang nanya?” Maya melotot kepada Tambusai.
“Eh, aku pasti ikut membantu, Maya,” Tambusai nyengir lebar. (hlm. 307)

m. Chuck Norris
1)      Biang ribut, susah diatur
Aku dan Maya saling toleh. Juga teman-teman yang lain. Kalau ada salah-satu murid yang terpaksa meninggalkan ruangan kelas, maka kegiatan mendikte harus dihentikan agar tidak ada yang tertinggal. Itu kesepakatan yang diketahui seluruh murid sekolah. Hanya saja, ini kasusnya adalah Chuck Norris. Ia sering kali membuat masalah, mengacaukan kelas. Boleh jadi ia sedang berbohong, sengaja membuat kegiatan mendikte berhenti. (hlm. 85)

Maya menyikut lenganku, “Kau akan menolong si biang ribut ini, Amel? Meminjaminya buku? Boleh jadi buku kau tidak pernah kembali.” (hlm. 89)

Aku mengangguk paham. Satu sekolah juga tahu, si Norris ini adalah anak paling susah diatur, mau menang sendiri, dan sok berkuasa. Di sekolah kami, piket selalu dilakukan setelah pulang sekolah, dua orang. Nasib malang bagi Maya, teman semejaku itu, ia  dipasangkan dengan Chuck Norris. Ini masih mending si Norris mau membantu piket pagi-pagi. Biasanya ia kabur, pergi bermain di lapangan. (hlm. 31)

2)      Tidak acuh
Ia melirikku sekilas. Melirik buku tulisku. Menyambarnya dengan cepat. Sama sekali tidak merasa perlu bilang terima-kasih-mungkin di planet asalnya si Norris memang tidak dikenal kalimat terima kasih. (hlm. 92)

“Aku tidak menghilangkannya, Amel. Aku hanya lupa.”
“Itu sama, Norris. Kau tidak bisa menghilangkan buku catatanku.”
Chuck Norris tetap terlihat santai, mengangkat bahu, “Berbeda, Amel. Kau, kan, seharusnya tahu, Nek Kiba pernah bilang, kalau kita puasa, terus tidak sengaja makan siang lupa kalau sedang berpuasa memangnya jadi batal puasanya. Batal tidak?” (hlm. 110)




3)      Bertanggung jawab
Itu justru kejutan besarnya. Norris membuka gulungan kertas yang ia bawa, dibantu oleh bapaknya. Kejutan kedua yang kami saksikan di pagi cerah itu. Gulungan itu ternyata peta dunia ukuran raksaa, lebih besar dibanding yang rusak.
. . .
Norris amat berbakat melukis. Ia menggabungkan enam belas karton putih, lantas tiga hari terakhir menghabiskan waktu di rumah, siang malam berusaha menyelesaikannya peta dunia hebat itu dengan mencontoh yang ada di buku besar. Ia menyesal. Ia berjanji akan berubah. Dan peta dunia itu menjadi bukti janjinya. (hlm. 180)

4)      Suka membantu teman
. . . Apakah kalian juga mau membantuku?”
“Tentu saja, Amel.” Chuck Norris mengangguk mantap. (hlm. 307)

5.    Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang pengarang gunakan dalam novel Amelia  lugas dan ringan. Selain itu, Tere Liye sebagai penulis novel ini juga menggunakan kata-kata yang bermakna denotatif di dalam novel. Pembaca dapat dengan mudah memahami isi novel tanpa harus membacanya berulang-ulang.
“Menjadi anak sulung misalnya, maka jelas kau harus memikul tanggung jawab lebih besar. Pekerjaan yang lebih banyak. Bapak kira, seharian ini misalnya, tugas Kak Eli jauh lebih banyak dibanding siapa pun, bukan? Dan dia juga bertanggung jawab atas kalian. Siapa yang dimarahi pertama kali kalau Burlian dan Pukat melanggar peraturan, selalu Kak Eli. Siapa yang selalu disuruh mengurus, mejaga adik-adiknya, juga anak sulung.”
“Kak Eli tidak menjaga atau mengurus Amel.” Aku mendengus sebal. Mana ada rumusnya menjaga atau mengurus dengan selalu memarahi.
“Itulah yang tidak kau pahami, Nak. Kak Eli tidak sedang memarahi kau, Amel. Kak Eli justru sedang menunjukkan kasih-sayangnya, menunjukkan rasa tanggung-jawabnya.” (hlm. 23)

“Paman, kalau penduduk kampung tetap bertani begitu-begitu saja, mereka tidak aka pernah berhasil keluar dari keterbatasan yang ada.” Aku berkata pelan. Lebih tepatnya, aku bicara sambil memikirkan sesuatu. “Tetap tidak ada uang untuk sekolah. Anak-anka kampung terpaksa bekerja di ladang, mencari rotan, mengambil rebung di hutan, menangkap ikan di sungai. Kampung ini bertahun-tahun hanya akan seperti itu. Anak-anaknya, cucu-cucunya tetap akan menjadi petani miskin.” (hlm. 194-195)

6.    Sudut pandang
Sudut pandang di dalam novel Amelia  adalah orang pertama pelaku utama
Halo semua, kenalkan, namaku Amelia. (hlm. 1)

7.    Amanat
Amanat yang dapat dipetik dari novel Amelia karya Tere Liye adalah sebagai berikut.
a.    Seorang anak sebaiknya memiliki kesadaran untuk membantu pekerjaan rumah.
b.    Orang tua sebaiknya dapat memberikan contoh, pemahaman, dan kesempatan kepada anak untuk menyampaikan pendapat.
c.    Dalam bermasyarakat, seseorang dapat saling membantu dan menghargai.
d.   Seorang guru sebaiknya dapat menjadi teladan, motivasi, dan mampu menciptakan suasana kondusif dalam belajar.




C.    Sinopsis Novel Amelia Karya Tere Liye
Novel Amelia karya Tere Liye bercerita tentang anak bungsu bernama Amelia. Anak keempat dari empat bersaudara. Kakak pertama, Eliana, kakak yang amat menyayangi adik-adiknya. Sebagai pelindung disaat adik-adiknya dihina oleh orang lain, kakak yang berani lantang mengatakan “Jangan hina adikku!!” pada orang dewasa sekalipun. Kakak kedua, Pukat, kakak yang rajin mengolok-olok si bungsu bersama adik laki-lakinya. Kakak yang pantang menyerah bereksperimen perahu otok-otok miliknya dan senang sekali memukul lonceng sekolah. Selalu saja bisa menjawab semua pertanyaan. Kakak ketiga, Burlian, ia teramat jahil dan tak pernah kapok mengulangi kejahilannya itu. Ya, seperti yang dibilang tadi dia rajin mengolok-olok si bungsu bersama Kak Pukat tentang menunggu rumah. Amelia sangat sebal jika ia diolok sebagai penunggu rumah. Karena tradisi yang membuatnya selalu diledek begitu. Terakhir, si bungsu Amelia, yang tak pernah berhenti bertanya jika ia belum puas dengan jawabannya, gemar membaca buku apapun itu, menurutnya semua buku itu menarik. Ia peduli akan sesama, bahkan peduli dengan orang yang telah menghilangkan buku tulis miliknya dan senang bertengkar. Ia sangat sebal jika diledek tentang penunggu rumah.
Namun, guru mengaji mereka dan bahkan hampir seluruh masyarakat kampung pernah berkata, “Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman”. “Singa jika tak tinggalkan sarang tak akan dapat mangsa. Kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa jika didalam hutan“. Kiranya demikian guru mereka mengatakan.
Novel ini menceritakan bahwa anak – anak juga bisa melakukan hal besar yang kadang atau bahkan kebanyakan dianggap remeh orang dewasa. Anak bungsu juga bisa menjadi orang besar dan merantau ke negeri seberang, bukan hanya diam ditempat.
Keempat anak luar biasa, anak dari Syahdan dan Nurmas yang tinggal di Lembah Bukit Barisan. Dengan kriteria masing-masing, mereka teramat sayang pada orang tua mereka. Terutama mamak yang melepas kepergian anak-anaknya begitu tegar, sebab tak ingin anak-anaknya melihat ia menangis. Namun, mamaklah yang justru menangis pilu teramat rindu pada anak-anak yang dilepasnya.

Pengalaman dan pendidikan yang mereka dapat dari sekolah, keluarga dan masyarakat sekalipun, sangatlah berharga untuk masa depan mereka nantinya. Melakukan perjalanan panjang meninggalkan orangtua dengan segenap harapan dan cita-cita. Membuktikan bahwa anak lembah juga berhak dan layak menjadi anak emas, walau dengan segala keterbatasan. Kesabaran yang begitu tulus dari guru lembah mereka satu-satunya, Pak Bin, selalu menjadi penggoda Amelia untuk kembali. Tidak boleh ada keterbatasan di lembah ini. Tidak ada. Anak-anak lembah berhak atas pendidikan terbaik dan penduduk lembah juga berhak atas kehidupan yang lebih layak dan berkecukupan. Amelia kembali, meneruskan usaha besar dua puluh tahun lalu.







  Contoh Teks Biografi   Desy Rufaidah lahir di Banyumas, 3 Desember 1989. Ia adalah seorang dosen di salah satu perguruan tinggi swas...